counters

Sabtu, 07 Maret 2015

Periode Sastra Menurut HB. Jassin (Hans Bague Jassin)



A.    Biografi
Hans Bague Jassin atau yang lebih dikenal dengan HB.Jassin adalah seorang pengarang, penyunting dan kritikus sastra asal Gorontalo. Ia dijuluki Paus Sastra Indonesia oleh Sastrawan Gajus Siagian (alm.)
Saat itu berkembang suatu keadaan dimana seseorang dianggap sastrawan yang sah bila HB Jassin sudah 'membaptisnya'.Meski kedengaran berlebihan, namun begitulah adanya.
Jassin menyelesaikan Pendidikan Dasarnya di Balikpapan, kemudian ikut ayahnya pindah ke Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, dan menyelesaikan pendidikan menengahnya di sana. Pada saat itu ia sudah mulai menulis dan karya-karyanya dimuat di beberapa majalah. Jassin sempat bekerja sukarela di kantor Asisten Residen Gorontalo selama beberapa waktu sampai akhirnya ia menerima tawaran Sutan Takdir Alis jahbana untuk bekerja di penerbitan Balai Pustaka tahun 1940.
SetelahituiamenjadiRedakturdanKritikussastrapadaberbagaimajalahbudayadansastra di Indonesia, sepertiPandjiPoestaka, Mimbar Indonesia, Zenith, Sastra, BahasadanBudaya, Horison, dll.
Kritik Jassin umumnya bersifat edukatif dan apresiatif,  serta lebih mementingkan kepekaan dan perasaan daripada teori ilmiah sastra. Beberapa peristiwa dan kontroversi pernah melibatkan Jassin karena kritiknya, salahsatunya saat ia membela Chairil Anwar (1956) yang dituduh sebagai plagiat. Ia juga turut menandatangani Manifesto Kebudayaan tahun 1963 yang membuatnya dipecat dari Lembaga Bahasa Departemen P&K dan staf pengajar UI. Demikian pula ketika ia memuat cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Panji Kusmin di majalah Sastra tahun 1971. Karena menolak mengungkapkan nama asli pengarang cerpen yang isinya dianggap 'menghina Tuhan', Jassin dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun.
Jassin telah menikah tiga kali.Istri pertama, Tientje van Buren, perempuan Indonesia yang suaminya orang Belanda yang disekap Jepang, pisah cerai. Lalu Arsiti, ibu dua anaknya, meninggal pada 1962. Sekitar 10 bulan kemudian, ia menikahi gadis kerabatnya sendiri, Yuliko Willem, yang terpaut usia 26 tahun dengannya dan memberinya dua anak.

Sejarah mencatat,  sepanjang hidupnya Jassin telah menumpahkan perhatiannya mendorong kemajuan sastra dan budaya di Indonesia. Berkat ketekunan, ketelitian dan ketelatenannya, ia dikenal sebagai kritisi sastra terkemuka sekaligus dokumentator terlengkap. Kini, kurang dari 30 ribu buku dan majalah sastra, guntingan surat kabar dan catatan-catatan priba dipengarang yang dihimpunnya tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Jassin meninggal pada usia 83 tahun, hari Sabtu dini hari pada 11 Maret 2000, saat dirawat akibat penyakit stroke yang sudah dideritanya selama bertahun-tahun. Sebagai penghormatan, ia dimakamkan dalam upacara kehormatan militer 'Apel Persada' di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta
B.     Ciri-ciri
Periodisasi Sastra

Pengertian

           Penggolongan sastra berdasarkan pembabakan waktu dari awal kemunculan sampai dengan perkembangannya.

Periodisasi sastra,selain berdasarkan tahun kemunculan, juga berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial, serta pandangan dan pemikiran pengarang terhadap masalah yang dijadikan objek karya kreatifnya.

Berikut ini adalah periodisasi sastra menurut HB.Jassin:

A.    Sastra Melalu Lama
B.     Sastra Indonesia Modern
1.      Angkatan Balai Pustaka
2.      Angkatan Pujangga Baru
3.      Angkatan ‘45
4.      Angkatan ‘66

Angkatan Balai Pustaka

Balai Pustaka merupakan  titik tolak kesustraan Indonesia.

Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka adalah:

1.      Menggunakan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh bahasa Melayu
2.      Persoalan yang diangkat persoalan adat kedaerahan dan kawin paksa
3.      Dipengaruhi kehidupan tradisi sastra daeran/lokal
4.      Cerita yang diangkat seputar romantisme.

Angkatan Balai Pustaka terkenal dengan sensornya yang ketat. Balai Pustaka berhak mengubah naskah apabila dipandang perlu.

Contoh hasil sastra yang mengalami pen-sensoran adalah Salah Asuhan oleh Abdul Muis yang diubah bagian akhirnya dan Belenggu karya Armyn Pane yang ditolak karena Balai Pustaka karena tidak boleh diubah.





Contoh sastra  pada masa Angkatan Balai Pustaka:


Roman
-          Azab dan sengsara  ( Merari Siregar )
-          Sitti Nurbaya ( Mara Rusli )
-          Muda Teruna ( M.Kasim )
-          Salah Pilih ( Nur St.Iskandar )
-          Dua Sejoli ( M.Jassin.dkk. )

Kumpulan Puisi
-          Percikan Permenungan ( Rustam Effendi)
-          Puspa Aneka ( Yogi )

Angkatan Pujangga Baru

Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.

Sastra Pujangga Baru adalah Sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra medern Indonesia.

Pada masa ini, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sultan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane.
1.      Kelompok “ Seni untuk Seni ”
2.      Kelompok “ Seni untuk Pembangunan Masyarakat “

Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan Pujangga Baru antara lain sbb:

-Sudah menggunakan bahasa Indonesia
-Menceritakan kehidupan masyarakat kota, persoalan intelektual, emansipasi ( struktur cerita/konflik sudah berkembang)
-Pengaruh barat mulai masuk dan berupaya melahirkan budaya nasional
-Menonjolkan nasionalisme, romantisme, individualisme, intelektualisme, dan materialisme.

Salah satu karya sastra terkenal dari Angkatan Pujangga Baru adalah Layar Terkembangkarya Sultan Takdir Alisyahbana.
Layar Terkembang merupakan kisah roman antara 3 muda-mudi; Yusuf, Maria, dan Tuti.
-Yusuf adalah seseorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang menghargai wanita.
-Maria adalah seorang mahasiswi periang, senang akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian.
- Tuti adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita.

Selain Layar Terkembang, Sultan Takdir Alisyahbana juga membuat sebuah puisi yang berjudul “Menuju ke Laut”.
Puisi “Menuju ke Laut” karya sultan Alisyahbana ini menggunakan laut untuk mengungkapkan hubungan antar manusia,alam,dan Tuhan.
Ada pula seorang Pujangga Baru lainnya,Sanusi Pane yang menggunakan laut sebagai sebagai sarana untuk mengungkapkan hubungan antar manusia,alam,dan Tuhan
Karya Sanusi Pane ini tertuang dalam bentuk puisi yang berjudul “ Dalam Gelombang “

Sastrawan pada Angkatan Pujuangga Baru beserta hasil karyanya antara lain sebagai berikut :
Sultan Takdir Ali Syahbana
-          Contoh : Di Kakimu, Bertemu
Sutomo Djauhar Arifin
-          Contoh : Andang Teruna (fragmen)
Rustam Effendi
-          Contoh : Bunda dan Anak, Lagu Waktu Kecil
Asmoro Hadi
-          Contoh : Rindu, Hidup Baru
Hamidah
-          Contoh : Berpisah, Kehilangan Mestika (fragmen)

Angkatan ’45

Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba kertas,yaitu lingkungan fasisme jepang dan dilanjutkan peperangan dan mempertahankan kemerdekaan indonesia.

Ciri-ciri angkatan ’45 adalah :
-          Terbuka
-          Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
-          Corak isi lebih realis
-          Individualisme sastrawan lebih menonjol,dinamis,dan kritis
-          Penghematan sastra dalam karya
-          Ekspresif
-          Sinisme dan sarkasme
-          Karangan perosa berkurang,puisi berkembang

         Contoh sastra pada masa angkatan ’45 :
-          Tiga menguak takdir (Chairil Anwar-Asrul Sani-Rivai Apin)
-          Deru Campur Debu (Chairil Anwar)
-          Kerikil Tajam dan yang terampas dan yang Putus(Chairil Anwar)
-          Pembebasan Pertama (Amal Hamzah)
-          Kata Hati dan Perbuatan (Trisno Sumarjo)
-          Tandus (S. Rukiah)
-          Puntung Berasap (Usmar Ismail)
-          Suara (Toto Sudarto Bakhtiar)
-          Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)
-          Dalam Sajak (Sitor Situmorang)
-          Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rustandi Kartakusumah)

Angkatan ‘66

Angkatan ’66 ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran sastra, seperti munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadara, arketip, absurd, dan lainnya.

Ciri-ciri sastra pada masa angkatan ’66 adalah :
1.      Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti kezaliman dan kebatilan
2.      Bercorak membela keadilan
3.      Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
4.      Berontak
5.      Pembelaan terhadap pancasila
6.      Protes sosial dan politik

Contoh sastra pada masa Angkatan ’66 adalah :

Putu Wijaya
-          Pabrik
-          Telegram
-          Stasiun

Iwan Simatupang
-          Ziarah
-          Kening
-          Merahnya Merah

Djamil Suherman
-          Sarip Tambak – Oso
-          Perjalanan ke Akhirat

C.                KaryaSastranya

Menurut HB. Jassin, periodisasi sastra terdiri dari:
1)      Angkatan 20
Karakterisasi angkatan ini, antara lain:
a.       Pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda
b.      Isinya seputar kawin paksa
c.       Masih bersifat kedaerahan

2)      Angkatan 33
Karakterisasi angkatan ini, antara lain:
a.       Angkatan ini telah bebas menentukan nasib sendiri
b.      Materi cerita berkisar kehidupan masyarakat kota dengan permasalahannya
c.       Materi cinta ada juga yang berisi dengan kebangsaan.
d.      Yang dijadikan pengikat antara sastrawan ialah cita – cita nasional

3)      Angkatan 45
Karakterisasi angkatan ini, antara lain:
a.       Bergaya ekspresi
b.      Universal, nasional, heroik
c.       Revolusioner
d.      Tidak mengabdi pada suatu paham tertentu, tetapi mengabdi pada kemanusiaan.
e.       Para pengarang tidak berfikir dalam istilah – istilah, tetapi hidup dengan pusat manusia
f.      Dengan tidak menyebut dirinya nasionalis atas dasar perasaan kemanusiaan, mereka sendiri di pihak bangsanya.
g.       Dengan tidak menyebut dirinya sosialis, mereka menghendaki keadilan dankesejahteraan sosial.

4)      Angkatan 66
(a) Berisi pergolakan politik dalam masyarakat
(b) Menegakkan keadilan dan kebenaran
(c)Tidak bertentangan dengan nilai – nilai kemanusiaan yang universal, cinta tanah air, hidup bahagia, dan anti kebatilan.

Berdasarkan periodisasi sastra menurut HB. Jassin, pengarang setiap angkatan, antara lain:
a.                   Angkatan 20
1) Amir Hamzah dengan puisi berjudul ”Cempaka”
2) Sanusi Pane dengan drama ”Manusia Baru”
3) Marah Rusli dengan prosa ”Siti Nurbaya”
b.                  Angkatan 45
Angkatan ini lahir pada masa pendudukan Jepang ( di tengah kancah revolusi). Tokoh – tokohnya anatara lain :
1 )Chairil Anwar di bidang puisi
Chairil Anwar lahir pada tangggal 26 Juli 1922 di Medan (Deli). Pendidikan yang diperoleh ilah MULO (settingkat SMP) sampai kelas 2. pertama kali menulis sajak – sajak Jepang menjajah Indonesia tahun 1942. Karya – karyanya beraliran ekspresionisme. Kumpulan puisinya antara lain:
a) Deru Campur Debu
b) Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus

2 ) Idrus di bidang prosa
Idrus lahir 21 September 1921 di Padang. Pendidikannya HIS, MULO, AMS, dan sekolah menengah tinggi. Karya – karyanya antara lain:
a) Drama Ani Maria
b) Kejahatan Membalas Dendam

3 ) Asrul Sani
Asrul Sani lahir 10 Juni 1926 di Rao, Sumatra Barat. Menamatkan pendidikan di Perguruan Tinggi Fakultas Kedokteran Hewan Bogor. Pada waktu revolusi, beliau memimpin laskar rakyat, kemudian masuk tentara. Karya – karyanya antara lain:
Puisi:    a) ”Anak Laut”
            b) ”Elang Laut”
            c) ”Pengalaman”
Prosa:   a) Bola Lampu
            b) Sahabat Saya Cordiar
            c) Beri Aku Rumah
c.                   Angkatan 66
Nama – nama tokoh angkatan 66, antara lain: Ajib Rosidi, Ardan, Rendra, Hartojo Andangdjaja, Goenawan Muhammad, Taufiq Ismail, A.A. Navis, dan Satyagraha Hurip.
Karya – karya mereka antara lain:
1) Puisi Hartojo Andangdjaja berjudul ”Perempuan – Perempuan Perkasa”.
2) Novel Nh. Dini berjudul ”Jatayu”
3) ”Robohnya Surau Kami” oleh A.A. Navis.
4) ”Senjapun Jadi Kecil, Kotapun Jadi Putih” karya Goenawan Muhammad.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar