KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul “SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA”
Makalah ini berisikan tentang informasi SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA atau yang lebih khususnya membahas SAYYID MUHAMMAD
RASYID RIDHA , Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang SAYYID MUHAMMAD RASYID
RIDHA
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Penulisan 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kondisi
Umat Pada Masa Sayyid Muhammad Rasyid Ridha 1
B.
Kelahiran
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha 3
C.
Latar
Belakang Pendidikan 3
D.
Pemikiran
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha 4
E.
Cita
– Cita Besar 5
F.
Karya
– Karya Muhammad Rasid Ridha 6
BAB III
PENUTUP
A. Ringkasan 7
DAFTAR
PUSTAKA 9
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam
Sejarah pemikir Islam modern, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha merupakan tokoh
pembaharu Islam yang hidup pada kondisi zaman dalam kekacauan dan keterpurukan
lantaran kebanyakan mereka telah meninggalkan petunjuk-petunjuk al Qur’an. Melalui
Tafsirnya, yaitu al-Manar Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berupaya mengaitkan
ajaran-ajaran al-Qur’an dengan masyarakat dan kehidupan serta menegaskan bahwa
islam adalah agama universal dan abadi, yang selalu sesuai dengan kebutuhan
manusia disegala waktu dan tempat. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha memiliki visi
bahwasannya umat Islam harus menjadi umat yang merdeka dari belenggu penjajahan
dan menjadi umat yang maju sehingga dapat bersaing dengan umat-umat lain dan
bangsa-bangsa barat diberbagai bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi,
sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha juga
berusaha meneruskan cita-cita al-Urwah al-wutsqa majalah yang memuat ide-ide
pemikiran Syekh Jamal al-Din al-Afgani dan Syekh Muhammad Abduh yaitu
memberantas bid’ah, khurafat, takhayul, kepercayaan jabar, dan fatalis,
paham-paham yang keliru tentang qada dan qadar, praktek-praktek bid’ah dalam
tarekat sufi, meningkatkan mutu pendidikan Islam.
Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha melalui majalah
al-Manar dan Tafsir al-Qur’an al-Hakim atau lebih populer dengan nama Tafsir
al-Manar mempublikasikan banyak ide pembaruan Jamal al-Afghani, Muhammad Abduh
dan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha sendiri. Yang pada prinsipnya tidak berbeda
dengan pembaruan dari para gurunya, Jamal al-Din al-Afgani dan Muhammad Abduh.
B. TUJUAN PENULISAN
- Mengetahui secara jelas riwayat hidup Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
- Pemikiran dan karya-karya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
BAB
II
PEMBAHASAN
- KONDISI UMAT PADA MASA SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA
Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha hidup pada kurun waktu antara sepertiga akhir abad ke 19
dan sepertiga awal abad ke 20. Kurun waktu tersebut merupakan kurun waktu yang
paling kelabu dalam sejarah arab modern jika dibandingkan dengan kurun waktu
sebelumnya. Sebab, saat itu kaum imperialis barat telah bersekutu dengan kaun
zionis international untuk memecah belah umat islam, membagi negeri-negeri
mereka dan merampas harta kekayaan mereka. Pada kurun waktu tersebut, kerajaan
turki Usmani yang pernah menjadi kerajaan adikuasa dan menguasai wilayah yang
sangat luas, meliputi Asia kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz dan Yaman di Asia
; Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Maroko, dan Al Jazair di Afrika; Bulgaria,
Hungaria, Yugoslavia, Rumania, Albania, dan Yunani di Eropa Timur telah
mengalami kemunduran. Sejak abad ke -18 Turki Usmani selalu mengalami kekalahan
dalam peperangan dengan Eropa. Sewaktu terjadi perang dunia I pada tahun 1914,
Turki Usmani ikut bergabung dengan Jerman dalam menghadapi negara-negara sekutu
namun mengalami kekalahan. Satu persatu negeri-negeri islam yang berada dalam
kekuasaanya jatuh kedalam negara-negara Eropa.Tepatnya tanggal 3 Maret 1924
Kerajaan Turki Usmani sendiri telah diubah menjadi Negara Republik Turki yang
beraliran sekuler.
Sejak
kehancuran Kerajaan Turki Usmani keadaan Umat Islam semakin menyedihkan jika
dilihat dari aspek agama, sosial, dan budaya. Menurut Sayyid Muhammad Rasyid
Ridha sendiri, pada masanya kondisi umat islam sudah begitu buruknya. Disamping
pemerintahan mereka sudah runtuh dan bangsa-bangsa mereka sudah hancur, mereka
sendiri selaku umat islam tidak dapat lagi mengetahui hakikat ajaran-ajaran
agama mereka dan tidak pula mampu mengetahui ajaran-ajaran islam yang dapat
membawa mereka pada kemajuan dan kehidupan yang baik di dunia.Pada kurun itu agama sudah hilang
ruhnya dan islam hanya menjadi simbol-simbol lahir yang tidak menyentuh dan
tidak dapat membangkitkan etos kerja dan semangat. Sebaliknya Khurafat dan
takhayul semakin mendominasi dan berkembang, paham nasionalisme,
sekularisme, sosialisme, kapitalisme, dan komunisme sudah mulai memasuki
pemikiran sementara umat islam. Umat Islam juga jauh terbelakang dari umat
kristen dibidang ilmu pengetahuan.
Menurut
Rasyid Ridha, umat islam pada masanya dapat dibagi menjadi tiga golongan. Petama,
golongan yang berpikiran jumud. Mereka ini menggangap bahwa ilmu agama dalah
ilmu yang terdapat didalam kitab-kitab yang telah disusun oleh pemuka
mzhab-mazhab dan aliran-aliran, seperti Ahlu Sunah, Syi’ah Zaydiyyah, dan Syiah
Itsna ‘Asy’ariyyah. Menurut mereka siapa saja yang tidak mengikuti salah satu
dari mazhab itu, dianggap tidak lagi dalam Islam. Kedua, golongan yang
berkiblat pada kebudayaan modern. Menurut mereka syariat islam tidak cocok lagi
diterapkan untuk masa kini,kalau ingin maju , umat Islam harus mengikuti Eropa
dalam segala hal, baik dibidang ilmu pengetahuan, hukum, peraturan maupun
moral. Ketiga, golongan yang menginginkan pembaruan Islam. Golongan ini
menyerukan kepada umat islam agar kembali kepada Al Qur’an dan al-Sunah, namun
dengan penafsiran baru yang sesuai dengan kemajuan Zaman, karena antara Islam
dan kebudayaan modern tidak ada pertentangan.
Kondisi
yang dialami Umat Islam pada masa Rasyid Ridha itu tentu saja besar pengaruhnya
terhadap para pemikir yang hidup pada masa tersebut untuk mengubah dan
memperbaikinya sesuai dengan tuntutan zaman. Rasyid Ridha adalah salah seorang
tokoh ulama, penulis, dan pemikir dari golongan ketiga yang terdorong untuk
mengubah dan memperbaiki kondisi umat islam menjadi umat yang mampu melepaskan
diri dari cengkeraman kaum imperialis dan menjadi umat yang mampu bersaing
dengan umat-umat yang lain.
B.
KELAHIRAN
SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA
Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan Tarablus Syam
pada tahun 1282 H/1865 M. Dia adalah Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad
Syamsuddin Ibn Muhamad Bahauddin Ibn Manla Ali Khalifah. Keluarganya dari
keturunan terhormat berhijrah dari Bagdad dan menetap di Qalmun. Kelahirannya
tepat pada 27 Jumadil Tsani tahun 1282 H/18 Oktober tahun 1865 M. Kota kelahirannya adalah daerah dengan tradisi
kesalehan Sunni yang kuat, tempat tarekat-tarekat memainkan peranan aktifnya.
Ayah dan
Ibu Sayyid Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berasal dari keturunan al-Husayn putra
Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah, Putri Rasulullah itu sebabnya Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha menyandangg gelar al-sayyid di depan namanya dan sering
menyebut tohoh-tokoh ahl al-bayt seperti Ali ibn Abi Thalib, al-Husyan
dan Ja’far al –Shadiq dengan Jadduna (nenek moyang kami).
C.
LATAR
BELAKANG PENDIDIKAN
Semasa
kecilnya (usia tujuh tahun) , Rasyid Ridha dimasukkan oleh orang tuanya ke
madrasah tradisional di desanya, Qalamun, untuk belajar membaca Alquran,
belajar menulis, dan berhitung. Berbeda dengan anak-anak seusianya, Rasyid
kecil lebih sering menghabiskan waktunya untuk belajar dan membaca buku
daripada bermain, dan sejak kecil memang ia telah memiliki kecerdasan yang
tinggi dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
memperoleh pendidikan yang lebih modern di Madrasah Ibtidaiyyah al
–Rusydiyyah di Tripoli. Di madrasah itu diajarkan ilmu nahwu, ilmu sharaf,
ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu bumi dan matematika. Bahasa pengantar
adalah bahasa turki, karena madrasan ini adalah milik pemerintah yang bertujuan
untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang akan menjadi pegawai pemerintahan
Turki Usmani.
Oleh
karena enggan menjadi pegawai pemerintah, Rasyid Ridha kemudian keluar
dari madrasah al –Rusydiyyah setelah lebih kurang satu tahun belajar di sana.
Selanjutnya, pada tahun 1299 atau 1300 H, Rasyid Ridha memasuki Madrasah
Wathaniyyah Islamiyyah yang didirikan dan dipimpin oleh Syekh Husayn al-Jisr
seorang ulama besar Libanon yang telah dipengaruhi oleh ide-ide pembaruan yang
digulirkan oleh Sayyid Jamal al-Din al-Afghani dan Syekh Muhammad Abduh. Sang
gurulah yang telah banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat ilmiah dan ide
pembaruan dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. Di antara pikiran gurunya
yang sangat berpengaruh adalah pernyataan bahwa satu-satunya jalan yang harus
ditempuh umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan pendidikan agama
dan pendidikan umum dengan metode modern. Hal tersebut didasari kenyataan
sekolah-sekolah yang didirikan bangsa Eropa saat ini banyak diminati oleh para
pelajar dari seluruh penjuru dunia, padahal tidak disajikan pelajaran agama di
dalamnya.
Namun,
Rasyid Ridha tidak dapat lama belajar di sekolah ini karena sekolah tersebut
terpaksa ditutup setelah mendapat hambatan politik dari pemerintah Kerajaan
Usmani. Untuk tetap melanjutkan studinya, dia pun pindah ke salah satu sekolah
agama yang ada di Tripoli. Meskipun sudah pindah sekolah, tetapi hubungan Ridha
dengan guru utamanya saat di Madrasah Al-Wathaniyyah Al-Islamiyyah terus
berlanjut.
Selain
belajar pada syekh Husayn al-Jisr, Rasyid Ridha juga pernah belajar pada
ulama-ulama besar yang lain, seperti Syekh ‘Abdulghani al-Rafi’i, Syekh
Muhammad al-Qawaqiji, dan Syekh Mahmud Nasyabah. Kepada Syekh ‘Abdulghani
al-Rafi’i, Syekh Muhammad al-Qawaqiji Rasyid Ridha belajar ilmu-ilmu bahasa Arab
beserta sastranya dan tasawuf, sedangkan pada syekh Mahmud Nasyabah ia belajar
fiqh al-Syafi’i dan hadits. Berkat didikan syekh Mahmud Nasyabah itulah pula,
Rasyid Ridha kelak menjadi seorang pakar fiqh dan pakar hadits.
D.
PEMIKIRAN
SAYYID MUHAMMAD RASYID RIDHA
Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha sangat terpengaruh oleh Ihya Ulum ad Din karya al-Gazali.
Kitab Ihya Ulum ad-Din membantu membentuk pandangannya bahwa umat muslim harus
secara sadar menghayati (menginternalisasikan) keimanannya, dan melampaui
ketaatan-ketaatan lahiriyah belaka, serta harus selalu menyadari implikasi etis
dari tindakan-tindakannya. Kitab Ihya Ulum ad-Din mendorong Sayyid Muhammad
Rasyid Ridha muda untuk berkonsentrasi kepada persiapan spiritual untuk
kehidupan akhirat. Kitab tersebut tidak hanya menarik minatnya untuk berulang
kali membacanya, tetapi telah menjadi gurunya yang pertama dalam membentuk
kepribadiannya.Sewaktu dalam pengaruh al-Ghazali itulah, kata Rasyid Ridha ia
mengikuti tarekat Naqsyabandiyyah, mengamalkan ajaran-ajarannya, dan
melaksanakan latihan-latihan ‘uzlah yang sangat berat.
Beberapa
tahun kemudian setelah tekun menjalani kehidupan sufi dan mengamalkan
ajaran-ajaran tarekat, Rasyid Ridha menyadari banyakanya bidah dan khurafat
yang terdapat dalam ajaran-ajaran tasawuf dan tarekat tersebut. Karena itu,
ajaran-ajaran tersebut ditinggalkannya. Bahkan, sikapnya terhadap ajaran-ajaran
tasawuf dan tarekat, tidak hanya sampai disitu, tetapi ia membimbing
masyarakatnya agar meninggalkan ajaran-ajaran yang telah bercampur baur dengan
bidah dan khurafat tersebut.Yaitu dengan membuka pengajian untuk kaum pria dan
pengajian untuk kaum wanita, menebang pohon-pohon yang dianggap keramat dan
membawa berkah, dan melarang masyarakat mencari berkah dari kuburan-kuburan
para wali atau bertawasul dengan para wali yang telah wafat.
Perubahan
sikap Rasyid Ridha terhadap ajaran taswuf dan tarekat muncul setelah ia
mempelajari kitab-kitab hadits dengan tekun. Perubahan sikapnya terhadap
ajaran-ajaran tersebut semakin terlihat dengan jelas setelah ia terpengaruh
oleh ide-ide pebaharuan Syekh Jamal al-Din al-Afghani dan Syekh Muhammad
Abduh yang dimuat dalam majalah al-‘Urwah al-Wutsqa yang mereka terbitkan di
Paris, Perancis. Rasyid Ridha mulai membaca majalah tersebut ketika ia masih
belajar di Tripoli.
Melalui
surat kabar ini, Rasyid Ridha mengenal gagasan dua tokoh pembaharu yang sangat
dikaguminya, yaitu Jamaluddin Al-Afghani, seorang pemimpin pembaharu dari
Afghanistan, dan Muhammad Abduh, seorang pembaharu dari Mesir. Ide-ide brilian
yang dipublikasikan itu begitu berkesan dalam dirinya dan menimbulkan keinginan
kuat untuk bergabung dan berguru pada kedua tokoh itu.
Keinginan
untuk bertemu dengan Al-Afghani ternyata belum tercapai, karena tokoh ini lebih
dahulu meninggal dunia. Namun, ketika Muhammad Abduh dibuang ke Beirut pada
akhir 1882, Rasyid Ridha berkesempatan berdialog serta saling bertukar ide
dengan Abduh. Pertemuan dan dialog dengan Muhammad Abduh semakin menumbuhkan
semangat juang dalam dirinya untuk melepaskan umat Islam dari belenggu
keterbelakangan dan kebodohannya.
Di
Lebanon, Rasyid Ridha mencoba menerapkan ide-ide pembaruan yang diperolehnya.
Namun, upayanya ini mendapat tentangan dan tekanan politik dari Kerajaan Turki
Usmani yang tidak menerima ide-ide pembaruan yang dilontarkannya. Akibat
semakin besarnya tentangan itu, akhirnya pada 1898 M, Rasyid Ridha pindah
ke Mesir mengikuti gurunya, Muhammad Abduh, yang telah lama tinggal di sana.
Di kota
ini, Rasyid Ridha langsung menemui Muhammad Abduh dan menyatakan keinginannya
untuk menjadi murid dan pengikut setia Abduh. Rasyid Ridha tidak hanya menjadi
murid yang paling dekat dan setia kepada Abduh tetapi menjadi mitra,
penerjemah, dan pengulas pemikiran-pemikirannya.
E.
CITA
– CITA BESAR
Beberapa
bulan setelah menetap di Mesir, Rasyid Ridha mulai menerbitkan majalah al-Manar
(Mercusuar) dengan persetujuan Muhammad Abduh. Majalah tersebut dipersiapkan
untuk menjadi corong dan media bagi gerakan pembaruan islam dalam memajukan
umat Islam dan membebaskan mereka dari belenggu penjajahan.
Melalui
Tafsirnya, yaitu al-Manar Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berupaya mengaitkan
ajaran-ajaran al-Qur’an dengan masyarakat dan kehidupan serta menegaskan bahwa
islam adalah agama universal dan abadi, yang selalu sesuai dengan kebutuhan
manusia disegala waktu dan tempat.
Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha memiliki visi bahwasannya umat Islam harus menjadi umat
yang merdeka dari belenggu penjajahan dan menjadi umat yang maju sehingga dapat
bersaing dengan umat-umat lain dan bangsa-bangsa barat diberbagai bidang
kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Beberapa
ide-ide pembaruan yang dipublikasikan oleh Syekh Muhammad Rasyid Ridha antara
lain:
- Kemunduran umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan lantaran mereka tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Perilaku mereka juga sudah banyak yang menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Misalnya, anggapan yang menyatakn bahwa dalam Islam terdapat ajaran kekuatan Rohani yang membuat pemiliknya dapat memperoleh segala apa yang dikehendakinya. Padahal menurut ajaran agama, kebahagian dunia dan akhirat hanya dapat diperoleh melalui amal usaha yang sesuai sunatullah.
- Kemunduran umat Islam juga disebabkan membudayanya paham fatalis (Jabbariyyah). Sebaliknya salah satu sebab kemajuan bangsa Eropa dalah sudah membudayanya paham ikhtiar (dinamis). Padahal Islam sendiri sebenarnya berisi ajaran yang mendorong umatnya untuk bersifat dinamis. Ajaran tersebut terkandung dalam kata jihad, yang berarti berusaha keras dan bersungguh-sungguh dalam mencurahkan segenap pikiran, kekuatan, dan berkurban, baik dengan harta benda maupun dengan jiwa raga.
- Ilmu pengetahuan modern tidak bertentangan dengan Islam sudah sepantasnya umat Islam yang mendambakan kemajuan, siap mempelajarinya. Kemajuan yang pernah dicapai umat Islam pada zaman klasik dalah karena kemajuan mereka dibidang ilmu pengtahuan. Namun, ilmu pengetahuan tersebut telah diabaikan oleh umat Islam yang datang kemudian dan sebaliknya dikembangkan oleh bangsa barat. Akibatnya Islam mengalami kemunduran sedangkan barat mengalami kemajuan. Karena itu jika umat Islam mempelajari ilmu pengetahuan dari barat, mereka sebenarnya mempelajari kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki.
- Islam itu sederhana, baik masalah ibadah maupun masalah muamalah. Ibadah kelihatan ruwet, karena hal-hal yang sunah dan tidak wajib dijadikan hal-hal yang wajib.Hukum-hukum fiqih yang berkenaan dengan kemasyarakatan meski didasrkan pada al-Qur’an dan Hadits, tidak boleh dianggap absolut dan tidak dapat diubah. Hukum-hukum itu ditetapkan sesuai dengan suasana tempat dan zaman ia ditetapkan.
- Dalam masalah politik, kemunduran umat Islam dalam bidang ini adalah karena perpecahan, karena itu jika ingin maju maka harus mewujudkan persatuan dan kesatuan yang didasarkan pada keyakinan, bukan hanya didasarkan pada bahasa dan ethnis. Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu kembali di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara. Namun, negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa Al-khulafa ar-Rasyidin. Dia menganjurkan pembentukan organisasi Al-jami’ah al-Islamiyah (Persatuan Umat Islam) di bawah naungan khalifah. Kiprah Rasyid Ridha dalam dunia politik secara nyata dapat dilihat dalam aktivitasnya. Ia pernah menjadi Presiden Kongres Suriah pada 1920, menjadi delegasi Palestina-Suriah di Jenewa tahun 1921. Ia juga pernah menjadi anggota Komite Politik di Kairo tahun 1925, dan menghadiri Konferensi Islam di Mekah tahun 1926 dan di Yerusalem tahun 1931.
F.
KARYA
– KARYA MUHAMMAD RASID RIDHA
Majalah
al-Manar mulai terbit pada tanggal 22 Syawal 1315 H/ 15 Maret 1898 M. Pada
mulanya majalah tersebut terbit dalam bentuk tabloid, sekali dalam seminggu,
kemudian setengah bulan sekali, kemudian sebulan sekali, dan kadang-kadang
sembilan nomor dalam setahunnya. Majalah tersebut dapat diterbitkan
Rasyid Ridha seorang diri hingga akhir hayatnya. Apa yang telah dilakukan oleh
Rasyid Ridha adalah prestasi besar yang sulit ditandingi orang lain. Selama
al-Manar terbit, sebayak 34 jilid besar dan setiap jilidnya berisi 1000 halaman
telah terkumpul seluruhnya.
Tafsir
Al-Qur’an karya Rasyid Ridha itu berjudul Tafsir al-Qur’an al Hakim (Tafsir
Al-Manar) bagian pertamanya, yaitu surat al-Fatihah sampai dengan surat al-Nisa
ayat 125 merupakan hasil kerjasama dengan gurunya, Syekh Muhammad Abduh.
Sedangkan bagian keduanya, yaitu dari surat al-Nisa ayat 126 sampai dengan
surat Yusuf ayat 110 adalah hasil karyanya secara mandiri.
Karya-karya
yang dihasilkan semasa hidup Rasyid Ridha pun cukup banyak. Antara lain, Tarikh
Al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh ‘Abduh (Sejarah Hidup Imam Syaikh Muhammad
Abduh), Nida’ Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu
Muhammad (Wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW), Yusr Al-Islam wa
Usul At-Tasyri’ Al-‘Am (Kemudahan Agama Islam dan dasar-dasar umum penetapan
hukum Islam), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma (Kekhalifahan dan Imam-imam
besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid (dialog antara kaum pembaharu dan
konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad
SAW), dan Haquq Al-Mar’ah As-Salihah (hak-hak wanita Muslim).
Setelah
berjuang dengan segala kecerdasan dan kemampuan yang ada padanya untuk kemajuan
dan kejayaan Islam, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berpulang ke rahmatullah dalam
usia 70 tahun pada kamis, 23 Jumadil al-Ula 1354 H/ 22 Agustus 1935 M.
BAB
III
PENUTUP
A.
RINGKASAN
Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalmun wilayah pemerintahan Tarablus Syam
pada tahun 1282 H/1865 M. Dia adalah Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad
Syamsuddin Ibn Muhamad Bahauddin Ibn Manla Ali Khalifah. Ayah dan Ibu Sayyid
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berasal dari keturunan al-Husayn putra Ali bin Abi
Thalib dengan Fatimah, Putri Rasulullah itu sebabnya Sayyid Muhammad Rasyid
Ridha menyandangg gelar al-sayyid di depan namanya dan sering menyebut
tohoh-tokoh ahl al-bayt seperti Ali ibn Abi Thalib, al-Husyan dan Ja’far
al –Shadiq dengan Jadduna (nenek moyang kami).
Rasyid
Ridha mulai menerbitkan majalah al-Manar (Mercusuar) dengan persetujuan
Muhammad Abduh. Majalah tersebut dipersiapkan untuk menjadi corong dan media
bagi gerakan pembaruan islam dalam memajukan umat Islam dan membebaskan mereka
dari belenggu penjajahan.
Melalui
Tafsirnya, yaitu al-Manar Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berupaya mengaitkan
ajaran-ajaran al-Qur’an dengan masyarakat dan kehidupan serta menegaskan bahwa
islam adalah agama universal dan abadi, yang selalu sesuai dengan kebutuhan
manusia disegala waktu dan tempat.
Sayyid
Muhammad Rasyid Ridha memiliki visi bahwasannya umat Islam harus menjadi umat
yang merdeka dari belenggu penjajahan dan menjadi umat yang maju sehingga dapat
bersaing dengan umat-umat lain dan bangsa-bangsa barat diberbagai bidang
kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Beberapa
ide-ide pembaruan yang dipublikasikan oleh Syekh Muhammad Rasyid Ridha antara
lain: Kemunduran umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan lantaran mereka
tidak lagi menganut ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, Kemunduran umat Islam
juga disebabkan membudayanya paham fatalis (Jabbariyyah), Ilmu pengetahuan
modern tidak bertentangan dengan Islam sudah sepantasnya umat Islam yang
mendambakan kemajuan, siap mempelajarinya, Islam itu sederhana, baik masalah
ibadah maupun masalah muamalah. Ibadah kelihatan ruwet, karena hal-hal yang
sunah dan tidak wajib dijadikan hal-hal yang wajib, Hukum-hukum fiqih yang
berkenaan dengan kemasyarakatan meski didasarkan pada al-Qur’an dan Hadits,
tidak boleh dianggap absolut dan tidak dapat diubah. Hukum-hukum itu ditetapkan
sesuai dengan suasana tempat dan zaman ia ditetapkan, Dalam masalah politik,
kemunduran umat Islam dalam bidang ini adalah karena perpecahan, karena itu
jika ingin maju maka harus mewujudkan persatuan dan kesatuan yang didasarkan
pada keyakinan, bukan hanya didasarkan pada bahasa dan ethnis.
Karya
– Karya Muhammad Rasid Ridha yang paling monumental ialah Majalah al-Manar.
Selama al-Manar terbit, sebayak 34 jilid besar dan setiap jilidnya berisi 1000
halaman telah terkumpul seluruhnya, Tafsir Al-Qur’an karya Rasyid Ridha itu
berjudul Tafsir al-Qur’an al Hakim (Tafsir Al-Manar).
Pengaruh
pemikiran Rasyid Ridha dan juga para pemikir lainnya berkembang ke berbagai
penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Ide-ide pembaharu yang dikumandangkan
banyak mengilhami semangat pembaruan di berbagai wilayah dunia Islam. Banyak
kalangan ulama yang tertarik untuk membaca majalah Al-Manar dan mengembangkan
ide yang diusungnya.
DAFTAR
PUSTAKA
A.Athaillah,
Rasyid Ridha; Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar, (Jakarta :
Erlangga, 2006)
Elizabeth
Sirriyeh, Sufis and Anti Sufis diterjemahkan oleh Ade Alimah, dengan judul
Sufi dan Anti-sufi, (Yogyakarta : Pustaka Sufi, 2003)
Fahd
al-Rumi, Manhaj al Madrasah al-Aqliyyah al-Haditsah fi al-Tafsir,
(Beirut : Mu’assasah al –Risalah, 1981 M)
Harun
Nasution, Pembaruan Dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1996)
Ibrahim
Ahmad al-Adawi, Rasyid Ridha al –Imam al-Mujahid, (Kairo:al-Muassasah
Mishiyyah al-Ammah,t.th)
Muhammad
ibn ‘Abdillah al-Salman, Rasyid Ridha wa Da’wah al-Syaykh Muhammad ibn
‘Abdulwahhab,(Kuwait : Maktabah al-Ma’la, 1409 H/1998 M)
Muhammad
Ahmad al-Darniqah, al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha ’wa Ishlahatuh
al-Ijtima’iyah wa al-Diniyyah, cetakan ke -1, (Beirut : Mu’assasah
al-Risalah, 1406 H/1986 M)
Muhammad
Imarah, Al-Masyru’ al-hadhari al-Islami diterjemahkan oleh Muhammad Yasar,
LC dan Muhammad Hikam, LC dengan judul Mencari Format Peradaban Islam,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005)
Rasyid
Ridha, al-Wahy al- Muhammadi, (Kairo : Dar al- Manar, 1375 H/1995 M)
Rasyid
Ridha, al-Manar, jilid ke -29, (Kairo : 1928 M)
www.suaramedia.com diakses pada tgl 18 Desember 2011
www.wikipedia.co.id diakses pada tanggal 18 Desember 2011
((https://sugengpriyanto.wordpress.com/2012/05/10/86/))
bermanfaat tulisnnya
BalasHapusizin copas..bahan diskusi Makul .terimaksih
BalasHapus